Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) merupakan “platform
kolaborasi” yang mendukung penanganan kumuh seluas 38.480 Ha (Hektare)
di seluruh Indonesia. Upaya penanganan melalui kolaborasi ini tentunya
terlebih dahulu harus dituangkan ke dalam sebuah perencanaan yang dapat
mengambarkan kondisi kumuh secara detail, sehingga pihak luar, atau
pemangku kepentingan pun tertarik dengan konsep perencanaan dan ikut
dalam upaya penanganan kumuh di perkotaan.
Penanganaan Kumuh Kota Langsa Provinsi Aceh
Penanganan kumuh di Kotamadya Langsa pada umumnya belum berjalan
sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya kondisi
kawasan kumuh yang tersebar di beberapa desa di wilayah hukumnya Kota
Langsa. Total luas wilayah kawasan kumuh tersebut mencapai 87.670 Ha
berdasarkan SK Walikota No.324/413/2016, yang tersebar di lima gampong,
yaitu Lhok Bani, Kuala Langsa, Telaga Tujuh, Sungai Pauh, dan Baroh
Langsa Lama. Kelima desa yang telah mendapatkan SK wali kota tersebut
ditetapkan sebagai desa penanganan kumuh. Sedangkan desa lain masuk
kepada kategori pencegahan.
Program KOTAKU sebagai Upaya Penanganan Kumuh
Dalam upaya mendukung program Nasional, yaitu penanganan kawasan
kumuh seluas 87.670 Ha dan pencegahan kawasan kumuh di Kota Langsa,
Provinsi Aceh, Program KOTAKU melalui tangan-tangan terampil fasilitator
kota dan level kelurahan saat ini sedang dalam tahapan pendampingan
penyusunan profil permukiman berbasis baseline data 100-0-100.
Profil yang telah tersusun tersebut nantinya akan menjadi acuan dasar
dalam penyusunan Dokumen Perencanaan Rencana Penataan Lingkungan
Permukiman (RPLP) dan Dokumen Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) bagi yang sudah ada SK kumuh.
Penyusunan dokumen RPLP/RTPLP menjadi sebuah keharusan yang di
dalamnya mampu menggambarkan secara detail tentang rencana tata ruang
pembangunan di tingkat desa kawasan yang disusun berdasarkan aspirasi,
kebutuhan dan cita-cita masyarakat untuk memperbaiki kondisi lingkungan
permukiman. Berbeda dengan dokumen perencanaan pada program sebelumnya,
seperti Program Jangka Menengah (PJM) yang dimiliki oleh Badan
Keswadayaan Masyarakat (BKM), penyajian pada dokumen RPLP/RTPLP lebih
lengkap yang mengarah pada konsep tata ruang itu sendiri, seperti berisi
peta kondisi eksisting atau rona awal, peta topografi, dan peta rencana
peruntukkan lahan lima tahun ke depan, analisis perkara-perkara kritis
kemungkinan kerusakan lingkungan dan sosial, rencana infrastruktur,
rencana fasilitas dan utilitas permukiman, Rencana Pengelolaan
Lingkungan dan Sosial (RPLS), aturan bersama yang dikuatkan qanun gampong.
Mengapa Harus Sistim ArcGIS?
Dalam sebuah dokumen perencanaan seperti RPLP/RTPLP, salah satu yang
menjadi unsur penting adalah peta, peta tersebut harus mampu menyajikan
informasi dengan detail, sehingga orang luar dapat dengan jelas melihat
secara visual mengenai kondisi kawasan kumuh, serta rencana-rencana
pembangunan yang ada di satu wilayah. Oleh karena begitu pentingnya peta
pada sebuah dokumen RPLP/RTPLP maka Koordinator 06 Kota Langsa
menginisiasi agar peta pada dokumen RPLP/RTPLP yang akan disusun
tingkatan desa nantinya harus mengunakan sistim ArcGIS.
Menurut Dosen Sriwijaya A. Madjid Rohim, sebagai software,
ArcGIS memiliki beberapa keunggulan, di antaranya, ArcGIS memudahkan
dalam proses pembuatan peta digital, antara lain, (a) lebih sederhana
dan cepat dalam mendigitasi berbagai objek di permukaan bumi, baik objek
berupa: titik (point), garis (line) maupun area (polygon); (b) lebih mudah dan lengkap dalam menentukan pilihan penggunaan peta dasar (base map);
dan (c) dapat menggunakan berbagai jenis input data, antara lain: citra
satelit, foto udara, peta analog, gambar, table, dan lain lain; (d)
mudah dan cepat dalam menentukan sistem koordinat, baik berupa sistem
koordinat geografi maupun sistem koordinat projeksi.
Selain hal tersebut, ArcGIS juga mampu mentransformasi peta analog ke
peta digital, sehingga menjadi: (a) lebih cepat untuk menyajikan peta
dengan ukuran skala yang berbeda; (b) lebih mudah menambahkan informasi
grafik dengan berbagai pilihan tipe grafik yang berbeda pada peta; (c)
lebih mudah memodifikasi desain dan tampilan peta; (d) lebih mudah dan
cepat dalam melakukan berbagai analisis statistik dan menyajikan
informasi hasil analisis tersebut dalam bentuk peta; (e) lebih cepat dan
sederhana dalam mengaplikasikan analisis dari berbagai bidang ilmu
(geografi, geologi, ilmu tanah, landscape, meteorology
dan klimatologi, pertanian, lingkungan, fisika, kimia, biologi,
kelautan, air dan irigasi, kesehatan, kependudukan, sosial, ekonomi ,
politik, dan lain-lain), yang berbasis ruang di permukaan bumi; dan (f)
lebih cepat dan lebih menarik dalam menyajikan tampilan dengan berbagai
kombinasi warna sehingga dapat mengembangkan kemampuan seni (estetika)
dalam penyajian peta.
Askot Urban Panner Kota Langsa Mohd. Arwin berpendapat, penggunaan
ArcGIS dalam tahapan penyusunan peta perencanaan RPLP/RTPLP adalah
sebuah keharusan, karena aplikasi tersebut lebih mudah digunakan, juga
lebih kompatibel dan lengkap dalam penyajian datanya. Selain itu, peta
yang disusun dalam aplikasi ArcGIS setiap desa akan dengan mudah
disatukan di level kota. Hal tersebut dimaksudkan agar memudahkan pihak
Pemda dalam melakukan sharing data kawasan dan memudahkan dalam menentukan kebijakan pendanaan dan pembangunan.
Maka dengan demikian, dokumen RPLP/RTPLP yang disusun setiap desa
akan lebih indah dan mampu memberikan visual yang terlihat nyata kepada
pihak cheneling dan pemilik kepentingan.
Penggunaan ArcGIS Sudah Ada Pada PLPBK
Perencanaan RPLP/RTPLP berbasis ArcGIS bukanlah hal yang baru terdengar saat ini. Jauh sebelum konsep Program KOTAKU launching,
di Provinsi Aceh sudah ada beberapa kabupaten/kota yang mendapatkan
Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) pada
tahun 2012. Salah satu kabupaten/kota yang mendapatkan program tersebut
adalah Kabupaten Pidie, yang berpusat di Kecamatan Kota Sigli, tepatnya
di Desa Lampoh Krueng dan Pasi Rawa. Pada tahap awal program PLPBK, TIPP
dan BKM diharuskan melakukan penyusunan Dokumen RPLP dan RTPLP, yang
mana dokumen tersebut sudah berbasis sistim ArcGIS.
Selain di Kabupaten Pidie, hal serupa juga terjadi di wilayah
Kotamadya Sabang. Tak tanggung-tanggung ada 10 desa yang masuk program
PLPBK di wilayah ini. Pada tahapan awalnya juga sama semua masyarakat
yang didampingi oleh Tenaga Ahli Perencanaan (TAP) dan fasilitator harus
terlebih dahulu menyusun dokumen RPLP serta RTPLP dan dokumen yang
disusun tersebut sudah menggunakan sistim ArcGIS.
Dokumen-dokumen tersebut menjadi dokumen perencanaan yang menarik,
mudah dipahami, kaya akan data, dan tentu harapannya menarik bagi stakeholder yang hendak membantu wilayah tersebut dalam upaya pembangunan permukiman.
Bagaimana dengan Langsa?
Sebagai wilayah yang telah mendapatkan ketetapan kumuh dengan luas
87.670 Ha berdasarkan SK Walikota No.324/413/2016. Maka tentunya untuk
menyelesaikan persoalan tersebut harus adanya kolaborasi yang mapan dari
semua pihak, dan sudah pasti penyelesaian persoaalan harus terlebih
dahulu diawali oleh sebuah perencanaan yang mampu menggambarkan kondisi
kawasan secara konkrit dan terintegrasi dengan perencanaan desa yang
telah ada.(UU no.1 tahun 2011 dan UU no.25 tahun 2004 mengatur tentang
perencanaan yang terpadu dan terintegrasi).
Program KOTAKU di Wilayah Langsa, dalam penyusunan dokumen RPLP
ataupun RTPLP harus belajar pada program sebelumnya, dimana perencanaan
tersebut sudah mengunakan sistim ArcGIS, sehingga produk yang dihasilkan
lebih menarik. Oleh sebab itu, kemampuan penggunaan aplikasi ArGIS pada
seorang fasilitator KOTAKU hal yang mutlak dimiliki.
Dengan berjalannya program KOTAKU sebagai upaya dukungan terhadap
pelaksana program maupun terhadap level kolaborasi tingkat desa dan
kota. Harapannya mampu kita fasilitasi sebuah dokumen perencanaan dengan
baik yang di dalamnya mampu menggambarkan secara detail tentang rencana
tata ruang pembangunan di tingkat desa maupun kota. Karena kualitas
penanganan dan pembangunan kawasan nantinya akan ditentukan oleh
kualitas perencanaan itu sendiri.
Guna memaksimalkan hal tersebut di atas, maka harus dimaksimalkannya
peran pendamping Program KOTAKU dan memberikan pelatihan khusus tentang
aplikasi ArcGIS kepada seluruh fasilitator. Tujuannya agar seluruh
fasilitator mumpuni dengan aplikasi ini dan mumpuni dalam memfasilitasi
dokumen perencanaan. Mengingat dokumen RPLP/RTPLP tersebut diharapkan
menjadi pedoman dan alat kontrol pembangunan kawasan bagi masyarakat,
pemerintah, swasta, LSM, dan pihak lain yang ingin berpartisipasi dalam
pembangunan permukiman di tingkat desa.
http://www.kotatanpakumuh.id/wartadetil.asp?mid=8275&catid=2&
Tidak ada komentar:
Posting Komentar