27 Agu 2016

Fasilitator KOTAKU Harus Mumpuni Penggunaan ArcGIS, Mengapa?

Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) merupakan “platform kolaborasi” yang mendukung penanganan kumuh seluas 38.480 Ha (Hektare) di seluruh Indonesia. Upaya penanganan melalui kolaborasi ini tentunya terlebih dahulu harus dituangkan ke dalam sebuah perencanaan yang dapat mengambarkan kondisi kumuh secara detail, sehingga pihak luar, atau pemangku kepentingan pun tertarik dengan konsep perencanaan dan ikut dalam upaya penanganan kumuh di perkotaan.

Penanganaan Kumuh Kota Langsa Provinsi Aceh
Penanganan kumuh di Kotamadya Langsa pada umumnya belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya kondisi kawasan kumuh yang tersebar di beberapa desa di wilayah hukumnya Kota Langsa. Total luas wilayah kawasan kumuh tersebut mencapai 87.670 Ha berdasarkan SK Walikota No.324/413/2016, yang tersebar di lima gampong, yaitu Lhok Bani, Kuala Langsa, Telaga Tujuh, Sungai Pauh, dan Baroh Langsa Lama. Kelima desa yang telah mendapatkan SK wali kota tersebut ditetapkan sebagai desa penanganan kumuh. Sedangkan desa lain masuk kepada kategori pencegahan.

Program KOTAKU sebagai Upaya Penanganan Kumuh
Dalam upaya mendukung program Nasional, yaitu penanganan kawasan kumuh seluas 87.670 Ha dan pencegahan kawasan kumuh di Kota Langsa, Provinsi Aceh, Program KOTAKU melalui tangan-tangan terampil fasilitator kota dan level kelurahan saat ini sedang dalam tahapan pendampingan penyusunan profil permukiman berbasis baseline data 100-0-100. Profil yang telah tersusun tersebut nantinya akan menjadi acuan dasar dalam penyusunan Dokumen Perencanaan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman (RPLP) dan Dokumen Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) bagi yang sudah ada SK kumuh.

Penyusunan dokumen RPLP/RTPLP menjadi sebuah keharusan yang di dalamnya mampu menggambarkan secara detail tentang rencana tata ruang pembangunan di tingkat desa kawasan yang disusun berdasarkan aspirasi, kebutuhan dan cita-cita masyarakat untuk memperbaiki kondisi lingkungan permukiman. Berbeda dengan dokumen perencanaan pada program sebelumnya, seperti Program Jangka Menengah (PJM) yang dimiliki oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), penyajian pada dokumen RPLP/RTPLP lebih lengkap yang mengarah pada konsep tata ruang itu sendiri, seperti berisi peta kondisi eksisting atau rona awal, peta topografi, dan peta rencana peruntukkan lahan lima tahun ke depan, analisis perkara-perkara kritis kemungkinan kerusakan lingkungan dan sosial, rencana infrastruktur, rencana fasilitas dan utilitas permukiman, Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (RPLS), aturan bersama yang dikuatkan qanun gampong.

Mengapa Harus Sistim ArcGIS?
Dalam sebuah dokumen perencanaan seperti RPLP/RTPLP, salah satu yang menjadi unsur penting adalah peta, peta tersebut harus mampu menyajikan informasi dengan detail, sehingga orang luar dapat dengan jelas melihat secara visual mengenai kondisi kawasan kumuh, serta rencana-rencana pembangunan yang ada di satu wilayah. Oleh karena begitu pentingnya peta pada sebuah dokumen RPLP/RTPLP maka Koordinator 06 Kota Langsa menginisiasi agar peta pada dokumen RPLP/RTPLP yang akan disusun tingkatan desa nantinya harus mengunakan sistim ArcGIS.

Menurut Dosen Sriwijaya A. Madjid Rohim, sebagai software, ArcGIS memiliki beberapa keunggulan, di antaranya, ArcGIS memudahkan dalam proses pembuatan peta digital, antara lain, (a) lebih sederhana dan cepat dalam mendigitasi berbagai objek di permukaan bumi, baik objek berupa: titik (point), garis (line) maupun area (polygon); (b) lebih mudah dan lengkap dalam menentukan pilihan penggunaan peta dasar (base map); dan (c) dapat menggunakan berbagai jenis input data, antara lain: citra satelit, foto udara, peta analog, gambar, table, dan lain lain; (d) mudah dan cepat dalam menentukan sistem koordinat, baik berupa sistem koordinat geografi maupun sistem koordinat projeksi.

Selain hal tersebut, ArcGIS juga mampu mentransformasi peta analog ke peta digital, sehingga menjadi: (a) lebih cepat untuk menyajikan peta dengan ukuran skala yang berbeda; (b) lebih mudah menambahkan informasi grafik dengan berbagai pilihan tipe grafik yang berbeda pada peta; (c) lebih mudah memodifikasi desain dan tampilan peta; (d) lebih mudah dan cepat dalam melakukan berbagai analisis statistik dan menyajikan informasi hasil analisis tersebut dalam bentuk peta; (e) lebih cepat dan sederhana dalam mengaplikasikan analisis dari berbagai bidang ilmu (geografi, geologi, ilmu tanah, landscape, meteorology dan klimatologi, pertanian, lingkungan, fisika, kimia, biologi, kelautan, air dan irigasi, kesehatan, kependudukan, sosial, ekonomi , politik, dan lain-lain), yang berbasis ruang di permukaan bumi; dan (f) lebih cepat dan lebih menarik dalam menyajikan tampilan dengan berbagai kombinasi warna sehingga dapat mengembangkan kemampuan seni (estetika) dalam penyajian peta.

Askot Urban Panner Kota Langsa Mohd. Arwin berpendapat, penggunaan ArcGIS dalam tahapan penyusunan peta perencanaan RPLP/RTPLP adalah sebuah keharusan, karena aplikasi tersebut lebih mudah digunakan, juga lebih kompatibel dan lengkap dalam penyajian datanya. Selain itu, peta yang disusun dalam aplikasi ArcGIS setiap desa akan dengan mudah disatukan di level kota. Hal tersebut dimaksudkan agar memudahkan pihak Pemda dalam melakukan sharing data kawasan dan memudahkan dalam menentukan kebijakan pendanaan dan pembangunan.

Maka dengan demikian, dokumen RPLP/RTPLP yang disusun setiap desa akan lebih indah dan mampu memberikan visual yang terlihat nyata kepada pihak cheneling dan pemilik kepentingan. 

Penggunaan ArcGIS Sudah Ada Pada PLPBK
Perencanaan RPLP/RTPLP berbasis ArcGIS bukanlah hal yang baru terdengar saat ini. Jauh sebelum konsep Program KOTAKU launching, di Provinsi Aceh sudah ada beberapa kabupaten/kota yang mendapatkan Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) pada tahun 2012. Salah satu kabupaten/kota yang mendapatkan program tersebut adalah Kabupaten Pidie, yang berpusat di Kecamatan Kota Sigli, tepatnya di Desa Lampoh Krueng dan Pasi Rawa. Pada tahap awal program PLPBK, TIPP dan BKM diharuskan melakukan penyusunan Dokumen RPLP dan RTPLP, yang mana dokumen tersebut sudah berbasis sistim ArcGIS.
Selain di Kabupaten Pidie, hal serupa juga terjadi di wilayah Kotamadya Sabang. Tak tanggung-tanggung ada 10 desa yang masuk program PLPBK di wilayah ini. Pada tahapan awalnya juga sama semua masyarakat yang didampingi oleh Tenaga Ahli Perencanaan (TAP) dan fasilitator harus terlebih dahulu menyusun dokumen RPLP serta RTPLP dan dokumen yang disusun tersebut sudah menggunakan sistim ArcGIS.

Dokumen-dokumen tersebut menjadi dokumen perencanaan yang menarik, mudah dipahami, kaya akan data, dan tentu harapannya menarik bagi stakeholder yang hendak membantu wilayah tersebut dalam upaya pembangunan permukiman.

Bagaimana dengan Langsa?
Sebagai wilayah yang telah mendapatkan ketetapan kumuh dengan luas 87.670 Ha berdasarkan SK Walikota No.324/413/2016. Maka tentunya untuk menyelesaikan persoalan tersebut harus adanya kolaborasi yang mapan dari semua pihak, dan sudah pasti penyelesaian persoaalan harus terlebih dahulu diawali oleh sebuah perencanaan yang mampu menggambarkan kondisi kawasan secara konkrit dan terintegrasi dengan perencanaan desa yang telah ada.(UU no.1 tahun 2011 dan UU no.25 tahun 2004 mengatur tentang perencanaan yang terpadu dan terintegrasi).

Program KOTAKU di Wilayah Langsa, dalam penyusunan dokumen RPLP ataupun RTPLP harus belajar pada program sebelumnya, dimana perencanaan tersebut sudah mengunakan sistim ArcGIS, sehingga produk yang dihasilkan lebih menarik. Oleh sebab itu, kemampuan penggunaan aplikasi ArGIS pada seorang fasilitator KOTAKU hal yang mutlak dimiliki.

Dengan berjalannya program KOTAKU sebagai upaya dukungan terhadap pelaksana program maupun terhadap level kolaborasi tingkat desa dan kota. Harapannya mampu kita fasilitasi sebuah dokumen perencanaan dengan baik yang di dalamnya mampu menggambarkan secara detail tentang rencana tata ruang pembangunan di tingkat desa maupun kota. Karena kualitas penanganan dan pembangunan kawasan nantinya akan ditentukan oleh kualitas perencanaan itu sendiri.

Guna memaksimalkan hal tersebut di atas, maka harus dimaksimalkannya peran pendamping Program KOTAKU dan memberikan pelatihan khusus tentang aplikasi ArcGIS kepada seluruh fasilitator. Tujuannya agar seluruh fasilitator mumpuni dengan aplikasi ini dan mumpuni dalam memfasilitasi dokumen perencanaan. Mengingat dokumen RPLP/RTPLP tersebut diharapkan menjadi pedoman dan alat kontrol pembangunan kawasan bagi masyarakat, pemerintah, swasta, LSM, dan pihak lain yang ingin berpartisipasi dalam pembangunan permukiman di tingkat desa.
 
http://www.kotatanpakumuh.id/wartadetil.asp?mid=8275&catid=2&