Oleh; Iskandar Muda
Desa Lampoh Kreung adalah salah satu desa dampingan program PNPM Mandiri Perkotaan wilayah Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Ada 15 desa yang hingga kini menjadi wilayah dampingan Koorkot 03 Pidie. Dalam proses pendampingan, 15 desa tersebut dikoordinir oleh dua Tim Fasilitator Kelurahan (Faskel), yaitu Tim 11 (8 desa dampingan), dan Tim 12 (7 desa dampingan)—termasuk Desa Lampoh Krueng.
Desa Lampoh Kreung adalah salah satu desa dampingan program PNPM Mandiri Perkotaan wilayah Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Ada 15 desa yang hingga kini menjadi wilayah dampingan Koorkot 03 Pidie. Dalam proses pendampingan, 15 desa tersebut dikoordinir oleh dua Tim Fasilitator Kelurahan (Faskel), yaitu Tim 11 (8 desa dampingan), dan Tim 12 (7 desa dampingan)—termasuk Desa Lampoh Krueng.
Desa ini memang sudah lama tenar di wilayah dampingan PNPM Mandiri
Perkotaan Kabupaten Pidie. Alasannya sederhana, karena sampai saat ini
hanya Lampoh Krueng yang mendapat program komplit, yaitu Penataan
Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)—selain Pasi Rawa,
Reguler dan Peningkatan Penghidupan Masyarakat Berbasis Komunitas
(PPMK). Nama Lampoh Kreung semakin tenar sejak kedatangan World Bank
(WB) pada 16 September 2014.
Nama desa ini mencuat tidak hanya di wilayah Pidie saja, tapi juga
diperbincangkan ke jenjang Nasional. Ya, desa ini menjadi bahan
pembicaraan kita semua setelah kedatangan WB dan menemukan
kejanggalan-kejanggalan dalam pelaksanaan program (temuan). Salah satu
temuan tersebut adalah adanya penyelewengan wewenang dari pengurus Unit
Pengelola Keuangan (UPK). Sebut saja Dar, telah menggunakan dana simpan
pinjam masyarakat untuk kepentingannya sendiri. Jumlah dana yang
diselewengkan yaitu sekitar Rp32,8 juta. Bukanlah jumlah yang sedikit.
Jika digulirkan, dana tersebut dapat dimanfaatkan oleh sekira 12 orang
warga miskin.
Temuan Supervisi Teknis WB tersebut berimplikasi kepada seluruh
program, baik program yang masih dalam tahapan perencanaan maupun yang
sedang dikerjakan. Hal ini sesuai surat yang telah dilayangkan oleh
pihak OSP 10 Provinsi Aceh kepada seluruh personel Tim Pidie tertanggal
23 September 2014. Dalam surat tersebut diintruksikan untuk tidak
memfasilitasi pencairan BLM hingga selesainya pemilihan ulang Badan
Keswadayaan Masyarakat (BKM) dan selesainya penanganan terhadap temuan.
Memang, kalau mengacu pada siklus, tidak ada kaitannya antara temuan
dengan pelaksanaan pemilu BKM. Pemilu BKM tetap harus dilakukan walau
tidak ada temuan tersebut. Akan tetapi ada sebuah “kondisi lain” selain
temuan, mengharuskan pihak OSP 10 Aceh bersikap tegas dan cepat
mengeluarkan “surat wasiat” tentang cut off Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) tersebut.
Menindaklanjuti temuan WB dan surat wasiat OSP 10 Aceh, segera
dilakukan pembenahan-pembenahan, terutama pembenahan personel Tim 12.
Maklum, Tim ini mengalami kekosongan SF tidak lama setelah kedatangan
WB. Pada akhir September 2014, saya menerima surat tugas baru untuk
menggantikan posisi SF Tim 12.
Ada dua tugas utama yang harus segera diselesaikan Tim 12, yaitu
penyelesaian temuan UPK dan melaksanakan Pemilu BKM. Langkah demi
langkah dilakukan sampai ditemukannya titik terang mengenai dana
bergulir yang telah diselewengkan. Akan tetapi untuk membuka “gembok
BLM” agar kegiatan dapat dilaksanakan kembali tidaklah
cukup dengan menyelesaikan persoalan UPK atau dana bergulir saja. Masih
ada satu tugas lagi, yaitu melaksanakan dan memastikan pemilihan ulang
BKM sesuai aturan yang telah ditetapkan dalam prosedur PNPM Mandiri
Perkotaan. Karena, jika Pemilu BKM tidak segera dilakukan sudah
dipastikan semua kegiatan program termasuk PLPBK yang sampai saat ini
sudah masuk pada tahapan pemasaran tidak dapat melakukan
pencairan/pergerakan program.
Tim tidak patah semangat. Dan saya, selaku SF, dengan pengetahuan
“seupil tapi punya semangat besar” terus memberikan motivasi kepada Tim
dan masyarakat. Sebagai tahapan awal, kami terus berulang-ulang
memberikan informasi mengenai masa bakti BKM yang telah habis dan harus
segera dilakukan pemilihan ulang secara demokratis. Dan, akhirnya dapat
tanggapan yang positif dari pihak warga (terlibat relawan).
Pada 7 November 2014 dibentuklah panitia-panitia yang akan melaksanakan pemilu ulang BKM, kemudian panitia di-coaching, membahas Tata Tertib (Tatib), dan AD/ART. Sehingga, panitia benar-benar siap melaksanakan dan mengawal proses pemilu BKM.
Pada 16 November 2014 dilaksanakan Pemilu Raya BKM di tingkatan dusun
masing-masing, Tim Faskel juga disebar ke setiap dusun untuk mengawal
dan memastikan tingkat kualitas demokrasi pemilihan BKM tersebut.
Mekanisme pemilihan yang dilakukan di tingkatan dusun adalah mengundang
seluruh warga dusun untuk datang ke tempat yang telah ditentukan di
dusun masing-masing. Setelah warga berkumpul, Faskel membantu panitia
untuk memberikan arahan kembali tentang tatacara pemilihan sekaligus
sosialisasi mengenai pentingnya pemilu BKM.
Dalam
proses pemilihan tingkat dusun ternyata banyak warga yang tidak dapat
hadir ke lokasi dimana pemilu dilaksanakan, hal ini disebabkan oleh
beberapa kesibukan warga. Ada juga yang belum mendapatkan informasi utuh
tentang pelaksanaan pemilu di tingkat dusunnya. Karena masih banyaknya
warga yang tidak datang melakukan pemilihan dan dianggap tidak mencukupi
kuota maka panitia yang didampingi oleh Faskel melakukan sistem “Jemput
Bola”.
Panitia pemilihan berkeliling mendatangi warga dari satu rumah ke
rumah lainnya guna melakukan pemilihan. Walaupun demikian, antusiasme
masyarakat tetaplah tinggi untuk ikut andil dalam pemilihan. Sehingga,
jumlah suara akumulasi dusun melebihi dari yang telah ditargetkan. Dari
target 512 suara, tercapai 574 suara pemilih. Ternyata sistem “Jemput
Bola” sangat jitu untuk dilakukan dalam proses pemilu BKM. Selain dapat
mengetahui kondisi riil masyarakat, juga kualitas demokrasi pemilihan
sangat mudah untuk dikawal.
Setelah pemilihan tingkat dusun/basis dilaksanakan dan dianggap telah
mencukupi kuota maka pada sore harinya panitia segera melakukan
perhitungan suara di tingkatan dusun masing-masing. Proses perhitungan
suara tetap dilakukan oleh panitia dan disaksikan oleh masyarakat,
bahkan dikawal ketat oleh Faskel agar kualitas demokrasi tetap
terpelihara. Perhitungan suara di kelima dusun baru selesai menjelang
maghrib tiba, sehingga tidak memungkinkan untuk dilanjutkan pada pemilu
ke tingkat gampong. Seusai perhitungan suara, maka panitia menempelkan
di titik strategis nama-nama utusan dusun yang dihasilkan dari proses
perhitungan suara dan perengkingan tersebut.
Pada masa tenggang menjelang pemilihan BKM tingkat desa, banyak
desas-desus dari masyarakat mengenai pelaksanaan pemilu BKM yang telah
dilaksanakan di tingkatan dusun. Merasa penasaran terhadap desas-desus
tersebut, kami bergerak ke desa guna memastikan. Di sana kami bertemu
dengan beberapa warga perempuan. “Ada apa, Bu, dengan pemilu yang telah dilakukan tempo hari?” tanya
kami kepada salah seorang warga, wanita paruh baya, yang kebetulan juga
ikut memilih waktu itu.
Ibu tersebut menjawab, “Saya hanya heran aja,
Pak. Kenapa pemilihan kemarin berbeda dengan yang dulu pernah
dilakukan.” Kamipun kembali menjelaskan mengenai proses pelaksanaan
pemilihan BKM yang sebenarnya.
Beranjak dari sini, kami juga menyempatkan diri bertemu dengan panitia pemilihan BKM, sekedar sharing
soal pelaksanaan pemilu dan rencana selanjutnya. Dalam perbincangan
yang santai tersebut Suryati, seorang relawan aktif dan kebetulan
menjadi salah seorang panitia pemilihan BKM, mengaku merasa puas akan
proses pelaksanaan pemilu BKM yang dilakukan, baik di dusun yang ia
kawal maupun di dusun lain.
Ini karena pemilihan yang dilakukan sudah mengikuti prosedur: tidak
ada pencalonan, sehingga masyarakat merasa bebas dan leluasa menentukan
pilihannya. Dan, siapapun yang terpilih menjadi anggota BKM, itulah
sebenarnya pilihan masyarakat. Satu hal yang membuat puas lagi, kaum ibu
sudah banyak yang berpartisipasi dalam proses pemilihan anggota BKM
kemarin.
Kemudian, pada 18 November 2014 dilakukan pemilihan tingkatan desa.
Pihak yang diundang dalam pemilihan ini adalah utusan-utusan yang
terpilih di tingkatan dusun. Perwakilan dusun, telah disepakati dalam
Tatib, 5 orang per dusun. Karena di Gampong Lampoh Krueng terdapat 5
dusun, maka ada 25 orang yang akan ikut pemilihan anggota BKM di
tingkatan gampong.
Sama halnya dengan pemilihan tingkat dusun. Pada pemilihan tingkat
gampong juga mengunakan cara yang sama, yaitu menggunakan kartu suara.
Mereka harus memilih sesama anggota (25 orang itu) kemudian dilakukan
perhitungan suara. Barulah dapat rangking sesuai banyaknya suara. Proses
ini usai dilakukan, sehingga telah ditetapkan anggota BKM terpilih di
Gampong Lampoh Krueng adalah 11 orang. Kemudian panitia langsung
memfasilitasi anggota BKM untuk melakukan pemilihan koordinator.
Alhamdulillah, koordinator pun telah terpilih.
Apakah tugas panitia sudah selesai? Belum. Panitia masih harus
memastikan dan mempertanggungjawabkan proses dan hasil dari pelaksanaan
pemilihan anggota BKM ini kepada masyarakat banyak secara kuantitas dan
secara kualitasnya, apakah sudah layak atau belum. Kini, “kunci” untuk
membuka gembok BLM telah dicetak. Apa selanjutnya yang harus dilakukan?
Tim terus mengawal hasil pemilu BKM ini sampai seluruh kegiatan
benar-benar terlaksana, dan sampai BKM terpilih benar-benar mampu
melaksanakannya sendiri. Kondisi seperti ini akan berlaku bagi semua
desa dampingan Tim 12. Tak terkecuali desa-desa lain yang ada di wilayah
dampingan PNPM Mandiri Perkotaan Kabupaten Pidie. Salam pemberdayaan
dari sudut Sigli Kota.
Berikut adalah dokumentasi proses pemilihan BKM Desa Lampoh Krueng, Kecamatan Sigli, Kabupaten Pidie: “PEMILU BKM GAMPONG LAMPOH KRUENG” [Aceh]