Saya
adalah seorang fasilitator baru di PNPM-MP,
yaitu rekruitmen Desember
2013. Sebelumnya saya pernah berkerja
disebuah lembaga yang berbasis pemberdayaan. Oleh karena itu pasca resain dari
lembaga tersebut, saya tertarik untuk melamar sebagai fasilitator diProgram
PNPM-MP Aceh, yang mana informasi
penerimaannyapun hasil browsing di internet.
Satu-satunya
alasan saya melamar disini adalah karena program ini berbasis pemberdayaan,
dimaana saya bisa berbagi dengan masyarakat; saya sebagai guru, sekaligus
masyarakat menjadi yang menjadi guru, demikianlah pembelajaran positif yang bisa didapat dari program
seperti ini.
Bulan
Desember 2013 pasca rekruitment, saya
dan teman-teman lainnya dikarantina selama ± 7 (tujuh) hari guna mengikuti Pelatihan
Dasar Program Selaras. Pelatihan ini dimaksudkan agar Fasilitator memahami
substansi Program Selaras dan dapat mengimplementasikannya di desa dampingan.
Setelah
mengikuti pelatihan, seluruh personil fasilitator rekruitment selaras mulai
aktif pendampingan pada bulan Januari 2014.
Saya yang kebetulan ditempatkan di kecamatan Kuta Alam berusaha
semaksimal mungkin dalam beradaptasi baik dengan tim fasilitator maupun
masyarakat dampingan. Sebagai personil
baru, saya masih mempelajari mekanisme tim terhadap pendampingan, dan setiap
harinya saya didampingi oleh Senior Fasilitator (SF) untuk berkenalan dari satu
BKM ke BKM lainnya, dari satu desa ke desa lainnya, hal ini memakan waktu
sampai dua minggu lamanya.
Seiring
berjalannya waktu, saya pun sudah mengenal Semua BKM dan Semua Keuchik (Kepala
Desa) dari semua desa dampingan, serta sedikitnya kenal karakter dari
kesemuanya. saya punya alasan kenapa mengedepankan pengenalan karakter? Karena
pemberdayaan adalah perubahan tingkahlaku atau perubahan paradigma berfikir,
maka menjadi penting bagi fasilitator seperti saya untuk mengenali dengan baik
bagaimana karakter dari setiap masyarakat di desa dampingan.
karena
tahun 2014 adalah tahunnya Siklus awal PNPM, maka hal ini terasa berat bagi fasilitator baru seperti saya, yang
belum begitu paham tentang siklus. Akan
tetapi hal tersebut tidaklah menjadi penghalang, saya terus belajar dan
kemudian mengajarkan kepada BKM dan masyarakat.
Pendampingan
terus berjalan, Siklus terus dilakukan, bahkan di bebrapa desa telah usai
dilakukan Pelatihan Relawan Selaras sampai Event 2. Tapi ada satu desa dampingan yang hampir
penghabisan Januari belum bisa dilakukan Pelatihan Relawan satu event pun. Hal
ini belum saya ketahui secara pasti penyebabnya, dikarenakan saya masih baru
dan dan belum tau kronologis sebelumnya.
Sampai
pada akhir februari, Desa ini belum juga
bisa melakukan Pelatihan relawan. Satu
hari di minggu pertama bulan Februari, Korkot mengadakan Rapat Koordinasi
Seluruh Fasilitator Sosial, pada rapat tersebut mengevaluasi progres tim
terhdap pelaksanaan Pelatihan Relawan, dan hasilnya sangat mencengangkan bahwa ada satu tim yang desa dampingannya belum melakukan Pelatihan Relawan, dan
Desa tersebut adalah wilayah dampingan saya. Sungguh ini menjadi cambuk yang
keras, seakan wajah memar terkena
sabetannya.
Selang
satu hari pasca Rakor tersebut, saya mendapat telpon dari seorang Asisten
Korkot, saya angkat telpon, dan dari ujung telpon terdengar suara dengan nada
yang tidak enak didengar; “iskandar kenapa sampai sekarang Desa Kuta
Alam belum melakukan
Pelatihan Relawan, apa kamu tidak mendampingi mereka?”
suara itu sangat memukul. tapi saya tidak patah sampai disini, karena
saya punya semboyan “Fasilitator harus punya mental
Martil” memiliki mental kuat dan tahan banting. Saya jadikan suara yang memekik itu sebagai
motivasi kerja.
Keesokan
harinya hal ini saya sampaikan pada rapat Koordinasi Tim di Posko, tim
mendiskusikan kondisi tersebut dan mencari solusi mengatasi desa Kuta Alam yang
belum melakukan Pelatihan Relawan, karena jika hal ini tidak ketemu solusinya
akan menjadi cemoohan terhadap Tim itu sendiri. Ternyata menurut penuturan
rekan-rekan tim, salah satu penghambat tidak bisa dilakukannya Pelatihan
Relawan Selaras di desa ini adalah karena belum dilakukannya Pelatihan Media Warga
Reguler (yang seharusnya sudah dilakukan dari beberapa bulan yang lalu) sehingga Pihak Korkot menahan desa ini
untuk tidak melakukan Pelatihan Relawan Selaras apabila Pelatihan Medaia Warga
reguler belum dilaksanakan. Dan jika
itu masalahnya, maka yang menjadi pertanyaan adalah kenapa di desa ini belum juga melakukan Pelatihan Media Warga reguler?
Tim tidak bisa menemukan jawabannya
dalam Rakor ini. Setelah beberapa jam berdiskusi akhirnya diputuskan sayalah yang akan melakukan
pendekatan terhadap Desa Kuta Alam yang belum juga melakukan Pelatihan Relawan Selaras
dan Pelatihan Media Warga Reguler Tersebut.
Hati saya menggerutu “sungguh ini
akan menjadi tantangan yang berat sekaligus menghibur”.
Keesokannya
saya mulai fokus dan intens berkunjung ke desa Kuta Alam ini, dan PR
pertama yang harus saya usut adalah
masalah apa yang ada diinternal BKM dan masyarakat, sehingga macetnya roda BKM
di desa. Mengenai hal ini, saya mengambil strategi pendekatan persuasif terhadap anggota BKM,
Aparatur desa dan Masyarakat. Pada saat itu Tidak bosan-bosannya saya bertemu
BKM, menelpon dan mengajak mereka duduk di Warung Kopi.
Pada
hari pertama, saya hubungi Koord.BKM via telpon, saya sampaikan bahwa pelatihan
Media Warga Reguler harus segera kita lakukan, agar Pel.Relawan Selaras juga
bisa kita laksanakan, tapi jawaban apa yang saya dapat? Dia (Koord.BKM) malah mencaci dengan menyebut
memanglah kalian faskel bla.bla.bla (kata cacian). Sebagai manusia saya sempat
terpancing, tapi saya segera sadar bahwa saya adalah seorang pemberdaya, harus
banyak sabar dalam segala kondisi (ingat mental martil).
Benar
seperti orang-orang bilang “Kesan Pertama Begitu Indah”, dan sampai malam hari tiba, kalimat yang
keluar dari Koord. BKM itu masih terngiang-ngiang ditelinga. Walau demikian, saya tidak mau kehilangan
fokus hanya karena kalimat yang tidak berharga ini.
Hari
berganti hari, dari satu anggota BKM ke anggota BKM lainnya saya ajak ngobrol
satu persatu dengan konsep rileks tapi serius. Tidak hanya anggota BKM, tapi
masyarakat sekitar pun saya ajak ngobrol meminta tanggapannya terhadap Lembaga
Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang ada di
Desa mereka ini.
Setelah
beberapa hari lamanya saya melakukan pendekatan personal terhadap beberapa yang
menurut saya dapat mewakili BKM dan suara masyarakat netral, maka saya dapat
mengambil kesimpulan, bahwa dalam
internal BKM telah terjadi “konflik sosial”
yaitu suatu rasa ketidak percayaan
satu sama lainnya. Kondisi ini semakin hari semakin menjadi, bahkan tidak
jarang diantara anggota BKM saling menjelekkan satu sama lain. Parahnaya lagi,
faskel sering dilibat-libatkan dalam setiap masalah, yang mana masalah tersebut hanyalah sebuah kata
fitnah.
Dari
proses dan kondisi tersebut di atas, saya menyimpulkan harus segera dilakukan Rapat Koordinasi BKM, karena hanya
dalam rapat bersama tersebut persoalan-persoalan dapat diselesaikan.
Keesokannya,
saya bertemu Koord.BKM untuk
membicarakan jadwal Rapat Koordinasi. Akhirnya disepakati pertemuan akan
dilaksanakan pada tanggal 1 Februari 2014.
Tidak
banyak yang hadir dalam rapat ini, dari 9 anggota BKM hanya 4 orang yang hadir,
turut dihadiri oleh UP-UP, dan Tim Faskel. Rapat berjalan alot, dan terjadi
pendiskusian yang panjang. Dari rapat ini lahir beberapa point, diantaranya:
Selama ini tidak pernah dilakukannya rapat koordinasi BKM, sehingga hal ini
berdampak kepada putusnya garis koordinasi dan kesepahaman diantara anggota BKM
itu sendiri. Dari rapat ini juga disepakati secara bersama-sama bahwa pelatihan
Media Warga Reguler akan segera dilakukan, karena jika pelatihan tersebut masih
belum dilakukan imbasnya BKM tidak dapat melaksanakan kegiatan Program Selaras
2013.
Akhirnya, pelatihan media warga
Reguler telah dilaksanakan pada tanggal 23 bulan Februari 2014, dan BKM Alam
Jaya telah dapat mengejar ketertinggalan yaitu Pelatihan Relawan Program
Selaras. Seiring dengan itu pada bulan Februari 2014 dilakukan pula Pemilu Raya BKM untuk
membentuk kepengurusan baru.
Demikianlah
cerita singkat fasilitasi Gampong Kuta Alam dengan kondisi Roda Penggerak (BKM)
Program yang selama ini bermasalah. Namun, saat ini BKM Alam Jaya, Gampong Kuta
Alam, Kec.Kuta Alam Kota Banda Aceh telah berjalan sebagaimana mestinya. Memang
masih butuh dampingan secara ekstra agar kondisi diatas tidak terulang kembali
pada masa BKM kali ini.