7 Agu 2014

Fasilitator Sabar Bermental Martil



”Cerita Pengalaman Fasilitasi Gampong Kuta Alam, Kec.Kuta Alam, Kota Banda Aceh"
 

Saya adalah seorang fasilitator baru di PNPM-MP,  yaitu rekruitmen  Desember 2013.  Sebelumnya saya pernah berkerja disebuah lembaga yang berbasis pemberdayaan. Oleh karena itu pasca resain dari lembaga tersebut, saya tertarik untuk melamar sebagai fasilitator diProgram PNPM-MP Aceh, yang mana  informasi penerimaannyapun hasil browsing di internet.
Satu-satunya alasan saya melamar disini adalah karena program ini berbasis pemberdayaan, dimaana saya bisa berbagi dengan masyarakat; saya sebagai guru, sekaligus masyarakat menjadi yang menjadi guru, demikianlah pembelajaran  positif yang bisa didapat dari program seperti ini.
            Bulan Desember 2013 pasca rekruitment,  saya dan teman-teman lainnya dikarantina selama  ± 7 (tujuh) hari guna mengikuti Pelatihan Dasar Program Selaras. Pelatihan ini dimaksudkan agar Fasilitator memahami substansi Program Selaras dan dapat mengimplementasikannya di desa dampingan.
Setelah mengikuti pelatihan, seluruh personil fasilitator rekruitment selaras mulai aktif pendampingan pada bulan Januari 2014.  Saya yang kebetulan ditempatkan di kecamatan Kuta Alam berusaha semaksimal mungkin dalam beradaptasi baik dengan tim fasilitator maupun masyarakat dampingan.  Sebagai personil baru, saya masih mempelajari mekanisme tim terhadap pendampingan, dan setiap harinya saya didampingi oleh Senior Fasilitator (SF) untuk berkenalan dari satu BKM ke BKM lainnya, dari satu desa ke desa lainnya, hal ini memakan waktu sampai dua minggu lamanya.
Seiring berjalannya waktu, saya pun sudah mengenal Semua BKM dan Semua Keuchik (Kepala Desa) dari semua desa dampingan, serta sedikitnya kenal karakter dari kesemuanya. saya punya alasan kenapa mengedepankan pengenalan karakter? Karena pemberdayaan adalah perubahan tingkahlaku atau perubahan paradigma berfikir, maka menjadi penting bagi fasilitator seperti saya untuk mengenali dengan baik bagaimana karakter dari setiap masyarakat di desa dampingan.
karena tahun 2014 adalah tahunnya Siklus awal PNPM, maka hal ini terasa berat bagi fasilitator baru seperti saya, yang belum begitu paham tentang siklus.  Akan tetapi hal tersebut tidaklah menjadi penghalang, saya terus belajar dan kemudian mengajarkan kepada BKM dan masyarakat.
Pendampingan terus berjalan, Siklus terus dilakukan, bahkan di bebrapa desa telah usai dilakukan Pelatihan Relawan Selaras sampai Event 2.  Tapi ada satu desa dampingan yang hampir penghabisan Januari belum bisa dilakukan Pelatihan Relawan satu event pun. Hal ini belum saya ketahui secara pasti penyebabnya, dikarenakan saya masih baru dan dan belum tau kronologis sebelumnya.
Sampai pada akhir februari,  Desa ini belum juga bisa melakukan Pelatihan relawan.       Satu hari di minggu pertama bulan Februari, Korkot mengadakan Rapat Koordinasi Seluruh Fasilitator Sosial, pada rapat tersebut mengevaluasi progres tim terhdap pelaksanaan Pelatihan Relawan, dan hasilnya sangat mencengangkan bahwa ada satu tim  yang desa dampingannya  belum melakukan Pelatihan Relawan, dan Desa tersebut adalah wilayah dampingan saya. Sungguh ini menjadi cambuk yang keras, seakan wajah  memar terkena sabetannya.
Selang satu hari pasca Rakor tersebut, saya mendapat telpon dari seorang Asisten Korkot, saya angkat telpon, dan dari ujung telpon terdengar suara dengan nada yang  tidak  enak didengar; “iskandar  kenapa  sampai  sekarang  Desa  Kuta  Alam  belum  melakukan  Pelatihan  Relawan,  apa kamu  tidak  mendampingi  mereka?”   suara itu sangat memukul.  tapi saya tidak patah sampai disini, karena saya punya semboyan  Fasilitator harus punya mental Martil”  memiliki mental kuat dan tahan banting.  Saya jadikan suara yang memekik itu sebagai motivasi kerja.
Keesokan harinya hal ini saya sampaikan pada rapat Koordinasi Tim di Posko, tim mendiskusikan kondisi tersebut dan mencari solusi mengatasi desa Kuta Alam yang belum melakukan Pelatihan Relawan, karena jika hal ini tidak ketemu solusinya akan menjadi cemoohan terhadap Tim itu sendiri. Ternyata menurut penuturan rekan-rekan tim, salah satu penghambat tidak bisa dilakukannya Pelatihan Relawan Selaras di desa ini adalah karena belum dilakukannya Pelatihan Media Warga Reguler  (yang seharusnya sudah dilakukan dari beberapa bulan yang lalu)  sehingga Pihak Korkot menahan desa ini untuk tidak melakukan Pelatihan Relawan Selaras apabila Pelatihan Medaia Warga reguler belum dilaksanakan.   Dan jika itu masalahnya, maka yang menjadi pertanyaan adalah kenapa di desa ini belum juga melakukan Pelatihan Media Warga reguler?  Tim tidak bisa menemukan jawabannya dalam Rakor ini. Setelah beberapa jam berdiskusi akhirnya  diputuskan sayalah yang akan melakukan pendekatan terhadap Desa Kuta Alam yang belum juga melakukan Pelatihan Relawan Selaras dan Pelatihan Media Warga Reguler Tersebut.  Hati saya menggerutu  “sungguh ini akan menjadi tantangan yang berat sekaligus menghibur”.
Keesokannya saya mulai fokus dan intens berkunjung ke desa Kuta Alam ini, dan PR pertama  yang harus saya usut adalah masalah apa yang ada diinternal BKM dan masyarakat, sehingga macetnya roda BKM di desa.  Mengenai hal  ini, saya mengambil  strategi  pendekatan persuasif terhadap anggota BKM, Aparatur desa dan Masyarakat. Pada saat itu Tidak bosan-bosannya saya bertemu BKM, menelpon dan mengajak mereka duduk di Warung Kopi.
Pada hari pertama, saya hubungi Koord.BKM via telpon, saya sampaikan bahwa pelatihan Media Warga Reguler harus segera kita lakukan, agar Pel.Relawan Selaras juga bisa kita laksanakan, tapi jawaban apa yang saya dapat?  Dia (Koord.BKM) malah mencaci dengan menyebut memanglah kalian faskel bla.bla.bla (kata cacian). Sebagai manusia saya sempat terpancing, tapi saya segera sadar bahwa saya adalah seorang pemberdaya, harus banyak sabar dalam segala kondisi (ingat mental martil).
Benar seperti orang-orang bilang “Kesan Pertama Begitu Indah”,  dan sampai malam hari tiba, kalimat yang keluar dari Koord. BKM itu masih terngiang-ngiang ditelinga.  Walau demikian, saya tidak mau kehilangan fokus hanya karena kalimat yang tidak berharga ini.
Hari berganti hari, dari satu anggota BKM ke anggota BKM lainnya saya ajak ngobrol satu persatu dengan konsep rileks tapi serius. Tidak hanya anggota BKM, tapi masyarakat sekitar pun saya ajak ngobrol meminta tanggapannya terhadap Lembaga Keswadayaan Masyarakat (BKM)  yang ada di Desa mereka ini. 
Setelah beberapa hari lamanya saya melakukan pendekatan personal terhadap beberapa yang menurut saya dapat mewakili BKM dan suara masyarakat netral, maka saya dapat mengambil kesimpulan, bahwa  dalam internal BKM telah terjadi “konflik sosial”  yaitu suatu rasa ketidak percayaan satu sama lainnya. Kondisi ini semakin hari semakin menjadi, bahkan tidak jarang diantara anggota BKM saling menjelekkan satu sama lain. Parahnaya lagi, faskel sering dilibat-libatkan dalam setiap masalah, yang  mana masalah tersebut hanyalah sebuah kata fitnah.
Dari proses dan kondisi tersebut di atas, saya menyimpulkan harus segera  dilakukan Rapat Koordinasi BKM, karena hanya dalam rapat bersama tersebut persoalan-persoalan dapat diselesaikan.  
Keesokannya, saya  bertemu Koord.BKM untuk membicarakan jadwal Rapat Koordinasi. Akhirnya disepakati pertemuan akan dilaksanakan pada tanggal 1 Februari 2014. 
Tidak banyak yang hadir dalam rapat ini, dari 9 anggota BKM hanya 4 orang yang hadir, turut dihadiri oleh UP-UP, dan Tim Faskel. Rapat berjalan alot, dan terjadi pendiskusian yang panjang. Dari rapat ini lahir beberapa point, diantaranya: Selama ini tidak pernah dilakukannya rapat koordinasi BKM, sehingga hal ini berdampak kepada putusnya garis koordinasi dan kesepahaman diantara anggota BKM itu sendiri. Dari rapat ini juga disepakati secara bersama-sama bahwa pelatihan Media Warga Reguler akan segera dilakukan, karena jika pelatihan tersebut masih belum dilakukan imbasnya BKM tidak dapat melaksanakan kegiatan Program Selaras 2013.
Akhirnya, pelatihan media warga Reguler telah dilaksanakan pada tanggal 23 bulan Februari 2014, dan BKM Alam Jaya telah dapat mengejar ketertinggalan yaitu Pelatihan Relawan Program Selaras. Seiring dengan itu pada bulan Februari 2014  dilakukan pula Pemilu Raya BKM untuk membentuk kepengurusan baru.
Demikianlah cerita singkat fasilitasi Gampong Kuta Alam dengan kondisi Roda Penggerak (BKM) Program yang selama ini bermasalah. Namun, saat ini BKM Alam Jaya, Gampong Kuta Alam, Kec.Kuta Alam Kota Banda Aceh telah berjalan sebagaimana mestinya. Memang masih butuh dampingan secara ekstra agar kondisi diatas tidak terulang kembali pada masa BKM kali ini.